Langsung ke konten utama

Pengalaman Menjadi Surveyor untuk Pilgub

Seiring dengan diadakannya Pilgub DKI Jakarta beberapa waktu lalu, banyak lembaga survey yang melakukan penelitian untuk melihat bagaimana jejak pendapat dan persepsi masyarakat terhadap Pilkada DKI Jakarta. Penelitian ini nantinya berujung pada hasil elektabilitas calon pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur. Nah disini gue mau cerita pengalaman menjadi surveyor di lembaga survey. Awalnya diajak sama temen. Dia ini sering ikut gabung ke kerjaan yang gak terlalu terikat banget, freelance lah istilahnya. Berhubung lagi liburan kuliah, jadi coba-coba aja ikutan biar tau. Oke langsung cerita ke pengalaman menjadi surveyor di Indikator dan CSIS.



1. Surveyor di Indikator. 

Ikut workshopnya dulu di deket kampus. Semua surveyor diajarin gimana teknis di lapangan, cara menggunakan aplikasi, pembagian surat tugas, wilayah kerja, kuesioner, souvenir, dan uang transportasi. Waktu kerja lapangan dibatasin, pokoknya tanggal sekian adalah waktu pengembalian berkas ke panitia. Kerjanya ini berdua untuk tiap kelurahan.

Gue dapat Kelurahan Pasar Rebo, dengan target 10 responden yang udah ditentuin - terbagi di beberapa RW. Keesokan hari abis workshop langsung turun ke lapangan. Ketemu sama temen survey, langsung deh kita cus nanya letak RW-RW tempat tinggal responden, baru selanjutnya bikin maps responden dari yang terdekat. Pertama ke rumah bapak A, kebetulan orangnya lagi kerja dan baru balik pas makan siang. Berhubung masih lama, gue berniat ke next responden.. tapi karna hujan jadi makan bakso dulu yang pedas. Mantap.

Habis hujan udah jam makan siang, jadi balik lagi ke rumah Bapak A. Dia ini jutek, ketakutan banget kita dari tim sukses salah satu calon, makanya agak tertutup pas kita tanya-tanya. Udah dijelasin kalo ini hanya untuk kepentingan penelitian, identitas asli reponden akan sangat dirahasiakan, tapi tetep aja Bapaknya masih kurang terbuka. Bahkan gue dan Aisyah sampe difoto – buat barang bukti kalo kita ternyata orang jahat. Lama-lama ketauan, beliau adalah auditor.. oh pantes Bapaknya curigaan banget -..-

Akhirnya Bapak A udah luwes bisa bercanda, bahkan kita disediain jamuan. Oh iya selama wawancara istrinya ikut dengerin padahal seharusnya kalo bisa nggak ada orang lain selain surveyor dan responden, karena takut mempengaruhi jawaban dari setiap pertanyaan yang diajukan. Tapi kan nggak enak masa kita ngusir istrinya.. nah disaat seperti ini usahakan mencegah pendamping reponden untuk mempengaruhi jawaban.

Proses wawancara kurang lebih 15 menit. Abis itu lanjut ke reponden-responden lain, masih ada 9. Yang agak susah di surveyor ini adalah repondennya harus orang yang sama, gak bisa digantikan dengan anggota keluarga lain, dan harus tatap muka langsung. Wawancaranya pake aplikasi, jadi setiap responden jawab, kita tinggal klik jawabannya. Di akhir wawancara, datanya langsung dikirim ke koordinator. Gak lupa GPS harus dinyalain - biar terlacak lokasi kita ada di mana. Sesaat setelah data terkirim, biasanya responden langsung nerima telepon dari koordinator dan ditanya sedikit untuk memastikan kebenaran proses wawancara tadi.

Waktu itu target untuk ngumpulin berkas kalo gak salah 7 hari. Gue dan Aisyah cuma bisa wawancara 8 reponden, karena yang satu sedang ada di Palembang, yang satu lagi gue lupa kenapa. Sempat ada niat jahat kita buat bikin data fiktif, udah isi kuesioner asal-asalan dan kebetulan ada di dekat rumah responden (si responden ini kerja mulu, gak pulang-pulang kaya bang toyib…) supaya nanti kalo ngirim data kelacak GPS nya benar dan gak dicurigain. Kita kemudian mengatur siasat agar pada saat ditelpon oleh koordinator, salah satu dari kita pura-pura jadi responden. Absurd banget, kita latihan memerankan suara laki-laki (karena respondennya bapak-bapak usia 45 tahun). Gagal total dan kita malah jadi berisik di depan rumah dia, jam setengah sembilan malem =)). Oke niat memanipulasi berhasil diurungkan.

Total kerja lapangan gue kurang lebih 3 hari - sebenarnya bisa dipercepat tergantung kemudahan bertemu responden itu sendiri. Responden gue unik-unik, ada yang hari ini lagi pengajian, besoknya pas disamperin malah lagi pergi arisan. Ada yang kerja dan baru pulang malem. Ya begitulah, kita gak tau jadwal orang, jadi setiap hari datengin rumahnya untuk ketemu seandainya pas hari H responden lagi gak bisa ditemuin. Susah-susah gampang sih, ada beberapa orang yang gak mau diwawancara. Bahkan temen yang dapet kelurahan lain cerita kalo dia diusir.. ini gimana soal kita bisa meyakinkan orang lain aja supaya dipercaya dan responden yakin kalo kita ini bukan orang jahat. Dari Indikator gak dikasih tanda pengenal, jadi sebisa mungkin berpakaian rapi (jangan pake kaos oblong), bicara dengan sopan, perkenalan di awal dan jelasin tujuan kita mau ngapain. Jangan lupa, beritahu juga kalo identitas dan jawaban mereka cuma untuk kepentingan penelitian dan jawaban akan dijaga kerahasiaannya.

Satu minggu kemudian langsung nyerahin kuesioner yang udah kita isi sendiri di rumah (berdasarkan rekapan jawaban yang ada di aplikasi, beserta kirim foto bersama responden. Upahnya sendiri baru cair sekitar seminggu setelah pengumpulan berkas. Nah seminggu ini biasanya dipakai oleh tim Indikator untuk spotchecking (dengan mendatangi langsung ke lapangan. Gak semuanya, paling cuma satu reponden acak). Nanti yang ketahuan melakukan kecurangan gak akan dikasih upah, dan uang transportnya akan diminta kembali.


2. Surveyor di CSIS. 

Waktu itu workshopnya lumayan jauh dari rumah (sekitaran Tanah Abang) karena diajaknya sama temen dari kampus lain. Surveyor di CSIS lebih enak dibanding yang sebelumnya, karena kita workshop di tempat yang bener-bener nyaman. Hal yang disampaikan pas workshop kurang lebih sama aja kaya di Indikator. Kebetulan gue datengnya awal waktu, jadi bisa milih mau di kelurahan mana. Pasti gue pilih kelurahan tempat tinggal gue dong :) survey di Indikator cuma bisa milih wilayah regional aja, kelurahannya nanti dipilih secara acak oleh panitia.

Pertama kita minta data RT di kelurahan dulu buat nentuin  RT responden berdasarkan tabel acak yang kita bikin. Nah proses ini sendiri bisa makan waktu, terutama kalo Pak Lurah lagi gak ada di tempat. Setelah bikin tabel acak dan ketahuan RT berapa aja yang jadi target responden, selanjutnya dateng ke rumah ketua RT untuk minta data nama anggota keluarga berdasarkan KK. Bikin lagi di tabel acak untuk tau siapa-siapa aja yang jadi responden. Datengin ke rumahnya. Kalo seandainya responden kita ini perempuan dan gak bisa ditemui, boleh diganti dengan anggota keluarga lain yang perempuan juga (asal punya hak pilih untuk ikut pemilu). Setelah semua selesai diwawancara, berkasnya kembali dikumpulkan seminggu setelahnya. Spotchecking, bebas dari manipulasi, trus terima upah. Gue lebih suka survey metode CSIS ini karena respondennya bisa diganti, lokasi bisa milih dekat rumah, surveynya juga sendirian jadi lebih fleksibel ngatur waktu. Cuman kekurangannya di pemilihan responden aja yang sedikit ngerepotin karena musti ngumpulin data RT dan KK..





Naah, sekian cerita gue mengenai pengalaman menjadi surveyor :) seruu, ngelatih berkomunikasi dengan orang lain dari berbagai latar belakang. Intinya jangan takut untuk ketemu orang, mungkin ada beberapa yang gak mau diwawancara. Tetep sopan, dan jangan memaksa. Ingat, masih banyak sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi. Kalau ada umurku panjang, boleh kita berjumpa lagi ^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jakarta dan Kemacetan

Tinggal di ibukota mengharuskan kita untuk gerak cepat, melakukan hal-hal seefisien dan seefektif mungkin. Tapi, akhir-akhir ini gue merasa semakin lama Jakarta semakin penuh, terutama dipenuhi oleh kendaraan. Memang betul kemacetan bukan hal baru lagi.. Gue udah pernah ngerasain rasanya jam 10 malem masih kena macet di Kuningan. Tapi sekarang, ujungnya banget Jakarta Selatan juga udah macet. Sebelum liburan kenaikan kelas, anter adik berangkat ke sekolah trus kembali ke rumah cuma 20 menit. Setelah masuk tahun ajaran baru, menjadi 40 menit karena stuck kena macet 20 menit di jalanan yang panjangnya tidak lebih dari 100m. itu jarak dekat, lain lagi ceritanya sama kakak senior gue yang pulang dari tempat kerjanya di Jakarta Pusat, ke Bekasi sampe 2 jam. Berangkat 2 jam. Total 4 jam hanya untuk mobilitas! Bila ditotal, seandainya manusia hidup 60 tahun, berarti 10 tahunnya dipake buat berangkat-pulang kerjaaaa. Oh nooooooo!!!! Disini gue bukan mau bikin tulisan untuk menj

Tantangan Perekonomian Global di Abad ke-21

Kalangan bisnis menghadapi sejumlah tantangan perekonomian yang penting abad ini. Seiring dengan perekonomian Negara-negara di seluruh dunia yang menjadi kian berkaitan, maka pemerintah dan perusahaan harus bersaing di seluruh dunia. Meskipun tidak ada satu pun orang yang dapat meramalkan masa depan, baik pemerintah maupun perusahaan kemungkinan perlu untuk memenuhi berbagai tantangan guna mempertahankan daya saingnya secara global. Terdapat lima tantangan yang akan dihadapi : 1.       Dampak ancaman terorisme internasional yang terus berlangsung pada perekonomian, 2.       Pergeseran ke arah ekonomi informasi global, 3.       Menuanya populasi dunia, 4.       Kebutuhan untuk memperbaiki mutu dan layanan pelanggan, dan 5.       Usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan bersaing dari tenaga-tenaga kerja di setiap Negara. Sedangkan menurut Bank Dunia, menyatakan bahwa terdapat lima tantangan yang akan di hadapi perekonomian Global setelah terjadi beberapa kali krisis Finans